*Rencana Operasional Tahun 2021

Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia. Data Globocan (Global Cancer Observatory) menyebutkan di tahun 2018 terdapat 18,1 juta kasus kanker baru dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kematian. Data tersebut juga menyatakan 1 dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan, meninggal karena kanker.

Sementara berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan tahun 2013, secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,4‰ (Provinsi Bali 2‰) atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Angka tersebut mengalami kenaikan di tahun 2018 dimana prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,8‰ (naik 0.4‰) dan Provinsi Bali khususnya sebesar 2,3‰ (naik 0,3‰).
Hingga saat ini, terdapat beberapa teknik pengobatan yang digunakan untuk terapi kanker, yaitu operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Meskipun demikian, berdasarkan data Badan Internasional Penelitian untuk Kanker dari WHO, 50% pasien yang didiagnosis menderita kanker di seluruh dunia membutuhkan radioterapi.
Apa Itu Radioterapi?
Radioterapi adalah teknik pengobatan yang menggunakan radiasi berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker di dalam tubuh pasien. Radioterapi biasanya diberikan setiap hari (5 kali dalam 1 minggu) dengan total 20-35 kali tergantung jenis kanker dan tujuan pengobatannya.
Siapa Saja Yang Terlibat Dalam Pelayanan Radioterapi?
Ketika menjalani radioterapi, pasien akan ditangani oleh satu tim yang terdiri dari:
- Dokter Onkologi Radiasi: dokter yang mendalami ilmu pengobatan kanker dengan radiasi dan bertanggung jawab atas keseluruhan terapi radiasi yang dijalani pasien;
- Fisikawan Medik: tenaga kesehatan yang berperan menjamin peralatan radiasi bekerja sesuai standar dan juga merancang perencanaan terapi radiasi pada pasien;
- Radioterapis (RTT): petugas yang mengoperasikan peralatan radiasi dan membantu pemosisian pasien pada saat proses pengobatan berlangsung;
- Perawat: bertugas memberi informasi yang dibutuhkan pasien dan membantu penanganan efek samping radiasi.
Apakah Radioterapi Aman Dilakukan?
Keamanan pelaksanaan radioterapi baik dari sisi alat, tempat tindakan, hingga pasien adalah hal utama dan mendasar yang harus dijamin oleh rumah sakit. Untuk dapat beroperasional, alat dan tempat tindakan radioterapi harus memiliki izin dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Selain itu evaluasi kualitas alat dan keamanan tempat tindakan wajib dilakukan rutin sesuai peraturan perundang-undangan. Sementara dari sisi pasien, teknologi radioterapi saat ini telah mampu secara presisi dan akurat mengenai jaringan kanker dan secara bersamaan meminimalkan kerusakan akibat radiasi pada jaringan tubuh sehat di sekitarnya.
Bagaimana Proses Dilakukannya Radioterapi?
Sama seperti tindakan terapi lain, penegakan diagnosis penyakit oleh dokter onkologi radiasi diperlukan sebagai alasan pelaksanaan radioterapi. Setelah itu pasien akan mulai menjalani proses pengobatannya.

Pasien akan mengawali pengobatan radioterapi dengan pemeriksaan CT Scan untuk melihat dan menentukan letak kanker. Pemeriksaan CT Scan di radioterapi mirip dengan pemeriksaan CT Scan di radiologi. Perbedaannya terdapat pada penggunaan alat bantu khusus yang dibuat untuk pemosisian pasien. Biasanya ketika letak kanker sudah diketahui, dokter onkologi radiasi dan radioterapis akan menandai kulit pasien dengan tinta khusus untuk memastikan radiasi diarahkan di tempat yang sama setiap kali pasien menjalani pengobatan
Tahapan yang kedua yaitu pembuatan perencanaan radiasi oleh fisikawan medik. Fisikawan medik akan menentukan teknik radiasi yang paling optimal untuk mengobati pasien.
Saat pelaksanaan radiasi di hari pertama, pasien akan diposisikan di meja pengobatan oleh radioterapis. Kemudian alat difungsikan untuk menghantarkan radiasi ke tubuh pasien sedemikian rupa sesuai dengan perencanaan radiasi. Setiap 5 kali pengobatan, dokter akan memeriksa respon kanker dan kondisi pasien secara keseluruhan sehingga tindakan pengobatan dapat dilanjutkan.
Apakah Radioterapi Sakit Dan Bagaimana Efek Sampingnya?
Saat menjalani pengobatan, pasien tidak akan merasakan apapun dan hanya akan mendengar bunyi ketika alat radioterapi menyala. Ketika alat dimatikan, radiasi akan otomatis berhenti. Radiasi tidak akan tinggal di dalam tubuh sehingga keberadaan pasien yang menjalani radioterapi tidak akan berbahaya bagi orang lain dan lingkungan sekitar.
Namun, sama halnya dengan pengobatan penyakit lainnya, selain bermanfaat untuk kesembuhan pasien, radioterapi berpotensi menimbulkan efek samping. Tetapi, efek samping tersebut belum tentu terjadi pada setiap pasien yang menjalani radiasi, tingkat keparahannya juga berbeda-beda.
Efek samping radioterapi yang mungkin terjadi antara lain:
- Merasa lelah dan kurang energi;
- Masalah kulit;
- Gangguan sendi dan otot;
- Gangguan seksualitas;
- Kerontokan rambut;
- Kehilangan nafsu makan; dan
- Diare.
Bagaimana Perkembangan Alat Radioterapi Di Dunia Dan Di Indonesia?
Mesin Cobalt-60 dan akselerator linier (Linear Accelerator/Linac) adalah dua jenis alat radioterapi yang paling banyak digunakan di dunia. Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950an, penggunaan mesin Cobalt-60 sebenarnya jauh lebih dominan dibanding Linac, namun popularitas mesin Cobalt-60 semakin menurun hingga berhasil dilewati oleh Linac sekitar tahun 2000an, seiring semakin canggihnya teknologi yang ditawarkan Linac. Bahkan di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, Singapura, dan China, lebih dari 80% pusat radioterapi menggunakan alat Linac. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Perhimpunan Dokter Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) perbandingan jumlah Mesin Cobalt-60 dan Linac pada tahun 2011 adalah 15 : 20.
Pada prinsipnya, mesin Cobalt-60 dan Linac memiliki fungsi yang sama, namun terdapat beberapa perbedaan mesin Cobalt-60 dan Linac yang dirangkum dalam tabel berikut.

Apa Saja Fasilitas Radioterapi Di Rumah Sakit Bali Mandara?
Saat ini, teknologi radioterapi untuk melawan kanker yang lebih baik sangat diperlukan. Terlebih lagi terjadi peningkatan prevalensi penyakit kanker di Indonesia yang tidak diikuti oleh ketersediaan fasilitas radioterapi. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut Rumah Sakit Bali Mandara menghadirkan layanan kanker terpadu yang diperkuat dengan teknologi radioterapi modern berupa alat Linac.

Linac yang dimiliki Rumah Sakit Bali Mandara merupakan merupakan Linac produksi Amerika Serikat yang dapat mengakomodasi berbagai teknik radiasi canggih, mulai dari 3D Conformal Radiotherapy (3D-CRT) hingga Intensity-Modulated Radiotherapy (IMRT).
Linac ini dilengkapi 7 pilihan energi sehingga dapat digunakan untuk mengobati kanker dengan berbagai variasi kedalaman dan ukuran. Dengan bantuan komponen Multi-Leaf Collimator (MLC), radiasi yang dikirimkan dari alat Linac dapat dibentuk menyerupai jaringan kanker sehingga dapat mengurangi efek samping pada jaringan sehat di sekitarnya.

Layanan Radioterapi Rumah Sakit Bali Mandara saat ini belum dapat berjalan oleh karena pandemi Covid-19, namun diproyeksikan beroperasional di tahun 2021.
